FAJAR, BALIKPAPAN — Pada usia 24 tahun, sebagian anak muda sedang mengejar karier, menyusun impian, atau mencari jati diri. Tapi tidak dengan Nur Afifah Balqis. Nama perempuan asal Balikpapan, Kalimantan Timur itu kini tercatat dalam sejarah hukum Indonesia sebagai koruptor termuda, setelah divonis bersalah terlibat dalam kasus suap proyek pemerintah daerah.
Pada Senin, 26 September 2022, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda menjatuhkan vonis 4 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan kepada Nur Afifah. Ia dinyatakan bersalah karena bersama Abdul Gafur Mas’ud, Bupati Penajam Paser Utara (PPU), menerima suap senilai total Rp 5,7 miliar dari proyek pengadaan barang dan jasa serta pengurusan perizinan di lingkungan Pemkab PPU.
Putusan ini tak hanya menutup karier politik Afifah yang tengah menanjak, tapi juga membuka tabir sisi gelap relasi kekuasaan dan uang dalam tubuh partai politik di level daerah.
Muda, Kaya, dan Dekat Kekuasaan
Lahir pada tahun 1997, Nur Afifah Balqis adalah representasi generasi muda perempuan yang sukses menapaki struktur partai. Di usia yang baru menginjak kepala dua, ia sudah menjadi Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan. Posisi ini bukan sembarangan. Ia bertanggung jawab atas aliran dana, memiliki otoritas terhadap kas internal partai, dan—seperti yang kemudian terbukti—memiliki akses ke elite politik lokal.
Baca juga:
Jejak Uang TKA di Kemnaker: KPK Panggil Eks Staf Khusus Hanif Dhakiri
Baca juga:
KPK Sebut Nama Jokowi di Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji
Salah satunya adalah Abdul Gafur Mas’ud, Bupati PPU yang juga menjabat Ketua DPC Demokrat Balikpapan. Dari kedekatan politik, hubungan mereka merambah ke urusan pribadi dan keuangan. Dalam sidang, terungkap bahwa Abdul Gafur kerap menggunakan rekening dan ATM pribadi milik Nur Afifah untuk menerima maupun menyalurkan uang suap.
Baca juga:
Dugaan Pemerasan TKA Rp53 Miliar, KPK Periksa Lagi Mantan Stafsus Menaker
Afifah juga diminta mengelola dana operasional pribadi sang bupati dan dipercaya memegang beberapa rekening atas nama sendiri, yang ternyata digunakan sebagai “dompet kedua” sang kepala daerah. Dalam persidangan, majelis hakim menyatakan bahwa Afifah bukan sekadar perantara pasif—ia terbukti turut menikmati hasil kejahatan korupsi itu.
Gaya Hidup dan Sorotan Netizen
Sebelum jatuh dalam jerat hukum, Afifah tampil aktif di media sosial. Akun Instagramnya @nafgis_ menampilkan gaya hidup glamor khas influencer muda: liburan, nongkrong, aktivitas partai, hingga pose dengan mobil mewah. Salah satu unggahan yang jadi sorotan adalah fotonya bersama Abdul Gafur di depan sebuah BMW, diunggah 20 Desember 2021—sekitar sebulan sebelum keduanya ditangkap KPK.
Bagi publik, gaya hidup Afifah menjadi kontras dengan usia dan posisinya. Di saat banyak anak muda berjuang dari nol, ia terlihat melenggang nyaman dalam lingkar kekuasaan dan fasilitas. Tak heran, saat kasus ini mencuat, warganet menjulukinya “koruptor termuda” dengan nada sinis dan kritik keras.
Ditahan di Tenggarong
Baca juga:
Jejak Uang TKA di Kemnaker: KPK Panggil Eks Staf Khusus Hanif Dhakiri
Baca juga:
KPK Sebut Nama Jokowi di Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji
Baca juga:
Dugaan Pemerasan TKA Rp53 Miliar, KPK Periksa Lagi Mantan Stafsus Menaker
Kini, Lapas Perempuan Tenggarong menjadi tempat tinggal baru bagi Nur Afifah Balqis. Ia menjalani hukuman sambil menyaksikan reputasinya runtuh. Dulu disanjung sebagai politisi muda yang potensial, kini ia menjadi pengingat bahwa politik tanpa integritas adalah jalan cepat menuju kehancuran.
Sementara itu, Abdul Gafur Mas’ud, rekan sekaligus atasan politiknya, lebih dulu divonis 5 tahun 6 bulan penjara dan denda yang sama—Rp 300 juta.
Kasus ini juga menjadi catatan penting bagi Partai Demokrat dan partai politik lain: bahwa regenerasi kader muda harus dibarengi dengan pendidikan integritas dan sistem pengawasan internal yang kuat.
Lebih dari Sekadar Kasus Hukum
Kisah Nur Afifah adalah ironi generasi. Di usia ketika seharusnya menjadi agen perubahan, ia justru larut dalam sistem yang korup. Bukan karena tak punya potensi, tapi karena salah memilih peran dalam pusaran kekuasaan.
Kini, nama Nur Afifah Balqis tak lagi disandingkan dengan prestasi politik atau aktivisme kaum muda. Ia tercatat sebagai simbol baru: bahwa usia muda bukan jaminan bersih, dan bahwa kekuasaan tanpa integritas hanyalah jerat.
Baca juga:
KPK Sebut Nama Jokowi di Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji
Baca juga:
Jejak Uang TKA di Kemnaker: KPK Panggil Eks Staf Khusus Hanif Dhakiri
Baca juga:
Dugaan Pemerasan TKA Rp53 Miliar, KPK Periksa Lagi Mantan Stafsus Menaker